Beranda | Artikel
Silaturrahim, Keutamaan dan Anjuran Melaksanakannya
Kamis, 20 Oktober 2022

SILATURRAHIM, KEUTAMAAN DAN ANJURAN MELAKSANAKANNYA

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala Rabb semesta alam, tidak ada permusuhan kecuali kepada orang-orang zalim, dan kesudahan bagi untuk orang-orang yang bertaqwa. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terpercaya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan rahmat kepadanya, keluarga dan sahabatnya, dan kesejahteraan yang banyak, Amma ba’du:

Saudaraku seiman : Sesungguhnya silaturrahim termasuk ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling baik dan ketaatan yang paling agung, kedudukan yang tertinggi dan berkah yang besar, serta yang paling umum manfaatnya di dunia dan akhirat. Maka silaturrahim merupakan kebutuhan secara fitrah dan sosial, yang dituntut oleh fitrah yang benar dan dicenderungi oleh tabiat yang selamat. Sesungguhnya sempurnalah dengannya keakraban, tersebar kasih sayang dengan perantaraannya, dan merata rasa cinta. Ia adalah bukti kemuliaan, tanda muru`ah, mengusahakan bagi seseorang kemuliaan, pengaruh, dan wibawa. Karena alasan itulah berlomba-lomba padanya orang-orang mulia yang berakal, maka mereka menyambung (tali silaturrahim) kepada orang yang memutuskan dan memberi kepada orang yang tidak mau memberi, serta bersifat santun kepada yang bodoh. Tidaklah nampak muru`ah kecuali ada padanya tali kekeluargaan yang disambung kembali, kebaikan yang diberikan, kesalahan yang dimaafkan, dan uzur yang diterima.

Sesungguhnya silaturrahim memperkuat kasih sayang dan menambah rasa cinta, serta memperkokoh ikatan kekeluargaan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِى اْلأَهْلِ وَمَثرَاةٌ فِى الْمَالِ وَمَنْسَأَةٌ فِى اْلأَثَرِ

Sesungguhnya silaturrahim adalah rasa cinta di dalam keluarga, menambah harta, dan memperpanjang umur.”[1]

Sesungguhnya silaturrahim menambah umur, memakmurkan negeri, menambah keberkahan rizqi, dan memelihara kesudahan yang buruk. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Barangsiapa yang ingin dimudahkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturrahim.”[2]

Maka silatahurrahim merupakan kewajiban yang sangat ditekankan, tidak ada yang memutuskannya dan mengingkarinya kecuali orang yang telah rusak fitrahnya, buruk akhlaknya, jelek tabiatnya, dan ia sudah pantas mendapat kutukan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ  . أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ

Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan .  Mereka itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. [Muhammad/47 :22-23]

Karena itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan dalam kitab-Nya yang mulia untuk menyambung tali silaturrahim di beberapa ayat: Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, …. [An-Nisaa/4`:36]

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. [An-Nisaa/4`:1]

Maksudnya adalah –wallahu ‘alam– bertaqwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan melaksakan taat kepada-Nya dan meninggalkan perbuatan durhaka kepada-Nya, dan takutilah hubungan silaturrahim bahwa kamu memutuskannya, akan tetapi sambunglah dan berbuat baiklah kepadanya.

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh menyambung hubungan silaturrahim setelah memerintahkan bertaqwa kepada-Nya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan para da’i-Nya yang berada di di antara manusia, agar menyambung tali silaturrahim, karena mereka berasal dari satu jiwa, dan untuk menunjukkan bahwa silaturrahim karena mengharapkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan salah satu pengaruh taqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang penuh berkah, menjadi tanda meresapnya taqwa di dalam hati, merupakan petunjuk kebenaran iman. Maka manusia yang paling menyambung silaturrahim merupakan manusia yang paling sempurna iman dan paling bertaqwa kepada Rabb-Nya. Kerena inilah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan orang yang paling menyambung hubungan silaturrahim dan yang paling bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena itulah, Khadijah radhiyallahu ‘anha menyebutkan hal itu saat turunnya wahyu pertama kali, ketika beliau r berkata kepada Khadijah radhiyallahu ‘anha dan bercerita kepadanya:

إِنِّي خَشِيْتُ عَلَى نَفْسِي

‘Sesungguhnya aku merasa khawatir terhadap diriku.’

Maka ia berkata, ‘Sekali-kali tidak, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan pernah menghinakan engkau, sesungguhnya engkau benar-benar menyambung hubungan silaturrahim…’[3]

Di antara besarnya perkara silaturrahim, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengambil baginya satu nama dari nama-Nya yang Maha Agung, maka dari Abdurrahman bin ‘Auf Radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ اللهُ تعالى: أَنَا اللهُ وَأَنَا الرَّحْمنُ, خَلَقْتُ الرَّحِمَ وَشَقَقْتُ لَهَا اسْمًا مِنْ اسْمِي فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ وَمَنْ قَطَعَهَا قَطَعْتُهُ

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Aku adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Aku Yang Maha Penyayang, Aku menciptakan rahim, dan Aku mengambilkan baginya satu nama dari nama-Ku. Maka barangsiapa yang menyambungnya niscaya Aku menyambung (hubungan dengan)nya dan barangsiapa yang memutuskannya niscaya Aku memutuskan (hubungan dengan)nya.”[4]

Karena berdasarkan ayat-ayat tersebut dan yang lainnya, serta hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, di samping juga yang akan disebutkan, silaturrahim merupakan perkara besar, kedudukan yang tinggi, sanjungan yang indah, dan sebutan yang baik di dunia, dan kesudahan yang indah di akhirat bagi orang yang  menyambung hubungan silaturrahim dan melaksanakan hak ini dengan sebaik-baiknya.

Saudaraku sesama muslim: Sesungguhnya silaturrahim merupakan amal shalih yang penuh berkah, dan memberikan kepada pelakunya kebaikan di dunia dan akhirat. Menjadikannya diberkahi di manapun ia berada, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan berkah kepadanya di setiap kondisi dan perbuatannya, baik yang segera maupun yang tertunda. Keutamaannya sangat banyak, profitnya melimpah, buahnya matang, pohon-pohonnya baik yang memberikan makanannya di setiap waktu dengan ijin Rabb-nya. maka diantara keutamaan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Silaturrahim merupakan sebagian dari konsekuensi iman dan tanda-tandanya: dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ, وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Barang siapa yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir maha hendaklah ia menyambung hubungan silaturrahim, …”[5]

  1. Silaturrahim adalah penyebab bertambah umur dan luas rizqi: dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Barangsiapa yang senang diluaskan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturrahim.”[6]

  1. Silaturrahim menyebabkan adanya hubungan Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi orang yang menyambungnya: dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إَنَّ اللهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُمْ قَامَتِ الرَّحِمُ فَقَالَتْ:هَذَا مَقَامُ الْعَائِذُ بِكَ مِنَ الْقَطِيْعَةِ. قَالَ: َنعَمْ, أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكَ وَأَقْطَعَ مَنْ َقطَعَكَ؟ قَالَتْ: بَلَى. قَالَ: فَذَلِكَ لَكَ.

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan makhluk, hingga apabila Dia Subhanahu wa Ta’ala selesai dari (menciptakan) mereka, rahim berdiri seraya berkata: ini adalah kedudukan orang yang berlindung dengan-Mu dari memutuskan.’ Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‘Benar, apakah engkau ridha bahwa Aku menyambung orang yang menyambung engkau dan memutuskan orang yang memutuskan engkau? Ia menjawab, ‘Bahkan.’ Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Itulah untukmu.’

 Dan dalam satu riwayat al-Bukhari:

فَقَالَ اللهُ تعالى: مَنْ وَصَلَكَ وَصَلْتُهُ وَمَنْ قَطَعَكَ قَطَعْتُهُ

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Barangsiapa yang menyambung engkau niscaya Aku menyambungnya dan barangsiapa yang memutuskan engkau niscaya Aku memutuskannya.”[7]

  1. Silaturrahim merupakan salah satu penyebab utama masuk surga dan jauh dari neraka: dari Abu Ayyub al-Anshari Radhiyallahu anhu, sesungguhnya seorang laki-laki berkata, ‘Ya Rasulullah, ceritakanlah kepadaku amalan yang memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkan aku dari neraka.’ Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَعْبُدُ اللهَ وَلاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ.

Engkau menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturrahim.”[8]

Dan dalam satu riwayat:

إِنْ تَمَسَّكَ بِمَا أَمَرْتُهُ بِهِ دخَلَ َالْجَّنََّةَ

Jika dia berpegang dengan apa yang Kuperintahkan kepadanya niscaya ia masuk surga.”

  1. Silaturrahim merupakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ibadah besar, serta petunjuk takutnya hamba kepada Rabb-Nya. Maka ia menyambung tali silaturrahim tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh untuk disambung. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَآأَمَرَ اللهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيَخشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ

dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk.  [Ar-Ra’d/13 :21]

  1. Sesungguhnya silaturrahim lebih besar dari pada memerdekakan budak. Dari Ummul mukminin Maimunah binti al-Harits radhiyallahu ‘anha, sesungguhnya dia memerdekakan budak yang dimilikinya dan dia tidak meminta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka tatkala pada hari yang menjadi gilirannya, ia berkata, ‘Apakah engkau merasa wahai Rasulullah bahwa sesungguhnya aku telah memerdekakan budak (perempuan) milikku? Beliau bertanya, ‘Apakah sudah engkau lakukan? Dia menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda:

أَمّا إِنَّكِ لَوْ أَعْطَبْتِهَا أَخْوَالَكِ كَانَ أَعْظَمَ ِلأَجْرِكِ.

Adapun jika engkau memberikannya kepada paman-pamanmu niscaya lebih besar pahalanya untukmu.”[9]

  1. Di antara besarnya silaturrahim, sesungguhnya sedekah terhadap keluarga sendiri tidak seperti sedekah terhadap orang lain. Dari Salman bin ‘Amir Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

… الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ: صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ

“…Sedekah terhadap orang miskin adalah sedekah dan terhadap keluarga sendiri mendapat dua pahala: sedekah dan silaturrahim.”[10]

Dan demikian pula dari hadits Zainab ats-Tsaqafiyah radhiyallahu ‘anha, istri Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ketika ia pergi dan bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Apakah boleh bersedekah darinya kepada suaminya dan anak-anak yatim yang ada dalam asuhannya? Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَهَا أَجْرَانِ: أَجْرُ الْقَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ

Untuknya dua pahala, pahala keluarga dan pahala sedekah.”[11]

Wahai saudaraku sesama Islam : Termasuk hak keluarga dan kerabatmu bahwa engkau mengunjungi yang sakit dari mereka, membantu yang fakir, memperhatikan yang membutuhkan dari mereka, mengasihi yang kecil, membantu anak yatim, menghormati yang besar, dan engkau memberikan kepada mereka dengan kebaikanmu kepada selain mereka, engkau memberikan senyum kepada mereka saat bertemu, lembut berkata-kata kepada mereka, berbuat baik dalam berhubungan dengan mereka, dalam arti saling mengunjungi, saling memberi hadiah dan salam, serta saling mendo’akan.

Wahai saudaraku, perkara ini tidak berhenti hanya sampai di sini, tetapi kamu harus menyambung hubungan dengan mereka, sekalipun mereka bersikap kaku dan memutuskan hubungan. Engkau harus tetap bersikap santun kepada mereka, sekalipun mereka bodoh dan jahil. Dengan demikian, engkau telah melebihi mereka beberapa derajat di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena begitu banyaknya kebaikanmu dan buruknya sikap mereka, serta jahatnya perilaku mereka bersamamu.
Berbuat baiklah kepada manusia niscaya engkau mendapatkan hati mereka
Sering kali manusia menjadi budak karena perbuatan baik.

Imam Muslim dan Imam Ahmad rahimahumallah meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki kerabat yang terus kusambung hubungan dengan mereka dan mereka memutuskan, aku berbuat baik kepada mereka dan mereka berbuat jahat kepadaku, dan mereka bersikap bodoh kepadamu sedangkau aku selalu bersikap santun kepada mereka. Beliau bersabda:

لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ, فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ, وَلاَيَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيْرٌ عَلَيْهِمْ مَادُمْتَ عَلَى ذلِكَ.

Jika engkau benar-benar seperti yang engkau katakan, maka seolah-olah engkau menaburkan bara panas di wajah mereka. Dan senantiasa kemenangan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala menyertaimu terhadap mereka, selama engkau tetap seperti itu.”[12]

Wahai saudara yang mulia: sebagian manusia tidak menyambung hubungan dengan kerabatnya kecuali apabila mereka menyambungnya. Ini pada hakekatnya bukan menyambung tali silaturrahim. Sesungguhnya hal itu hanyalah  membalas  jasa. Karena sesungguhnya muru`ah dan fitrah yang sehat menuntut untuk membalas jasa kepada orang yang berbuat baik kepadamu, sama saja ia termasuk kerabatmu atau bukan. Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

Orang yang menyambung (tali silaturrahim) bukanlah orang yang membalas jasa. Akan tetapi orang yang menyambung (tali silaturrahim) adalah yang apabila diputuskan hubungan (silatarrahim)nya, ia menyambungnya.”[13]

Dan dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiyallahu anhu, aku berkata, ‘Ya Rasulullah, ceritakanlah kepadaku tentang amalan yang utama,’ maka beliau bersabda:

صِلْ مَنْ قَطَعَكَ وَأَعْطِ مَنْ حَرَمَكَ وَأَعْرِضْ عَمَّنْ ظَلَمَكَ

Wahai ‘Uqbah, sambunglah orang yang memutuskan (hubungan dengan)mu, berilah kepada orang yang tidak memberi kepadamu, dan berpalinglah dari orang yang berbuat zalim kepadamu.”[14]

Wahai saudaraku, sesungguhnya termasuk silaturrahim bahwa engkau mengampuni kesalahan orang lain, menutupi kekeliruan.  Dan tiadalah akal sehat, keutamaan, dan kecerdasan kecuali engkau menyambung tali silaturrahim kepada orang yang telah memutuskan, memberi kepada orang yang tidak pernah memberi kepadamu, memaafkan kepada orang yang berbuat zalim kepadamu, dan bersikap santun kepada yang bodoh terhadapmu. Dan bertambahlah kecerdasan, besarlah keutamaan, dan tinggilah jiwa ketika engkau berbaik sangka (husnuz zhan) dengan mereka, dan melihat pada kekeliruan mereka dengan pandangan orang yang mulia lagi toleran.

Hendaklah kita bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, takut terhadap murka dan siksa-Nya, dan hendaklah kita menyambung silaturrahim kita. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَأُوْلُوا اْلأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللهِ

Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah  [Al-Ahzab/33:6]

Sesungguhnya memutuskan tali silaturrahim merupakan dosa besar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ancaman kepada pelakunya dengan berbagai siksaan dan hukuman, baik di dunia maupun di akhirat. Bagaimana tidak, padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُوْلُ: مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللهُ

Rahim bergantung di Arys seraya berkata: Barangsiapa yang menyambung hubunganku niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyambungnya, dan barangsiapa yang memutuskan aku niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala memutuskan hubungan dengannya.”[15]

Maka orang yang memutuskan tali silaturrahim terputus dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan siapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala memutuskan hubungan dengannya, maka kebaikan apakah yang bisa diharapkannya, dan keburukan apakah yang ia bisa aman darinya, baik di dunia maupun di akhirat selama ia masih memutuskan tali silaturrahim? Dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

مَا مِنْ ذَنْبٍ أَحْرَى أَنْ يُعَجِّلَ اللهُ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوْبَةَ فِى الدُّنْيَا مَعَ مَا يُدَّخَرُ لَهُ فِى اْلآخِرَةِ مِنَ الْبَغْيِ وَقَطِيْعَةِ الرَّحِمِ

Tidak ada dosa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih mempercepat siksaan kepada pelakunya di dunia, serta yang tersimpan untuknya di akhirat selain perbuatan zalim dan memutuskan tali silaturrahim.”[16]

Saudaraku yang mulia: apabila hal itu sudah diketahui, maka ketahuilah, sesungguhnya memutuskan hubungan silaturrahim –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kita semua- termasuk sebab terhapusnya hati, butanya mata hati, dan terhalang mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Bahkan, terhalang mendapat semua kebaikan. Maka orang yang memutuskan silaturrahim, kehidupannya susah, tidak ada yang menyukai dan menyebutnya. Dan apabila ia disebut orang, maka dengan pembicaraan yang buruk dan sifat yang jelek. Karena memutuskan silaturrahim termasuk kerusakan di muka bumi, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memutuskan kepada pelakunya dengan mendapat kutukan dan hukuman yang segera (di dunia) dan tertunda (di akhirat). Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَهَلْ عَسَيْتُمْ اِنْ تَوَلَّيْتُمْ اَنْ تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ وَتُقَطِّعُوْٓا اَرْحَامَكُمْ ٢٢ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَعَنَهُمُ اللّٰهُ فَاَصَمَّهُمْ وَاَعْمٰٓى اَبْصَارَهُمْ

Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan. Mereka itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. [Muhammad/47 :22-23]

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَالَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهْدَ اللهِ مِن بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَآ أَمَرَ اللهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي اْلأَرْضِ أُوْلَئِكَ لَهُمُ الْلَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ

Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk(jahannam). [Ar-Ra’d/13 :25]

Dan diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda:

إِذَا ظَهَرَ الْقَوْلُ وَخزن الْعَمَلُ وَائْتَلَفَتِ اْلأَلْسُنُ وَتَبَاغَضَتِْ الْقُلُوْبُ وَقَطَعَ كُلُّ ذِي رَحِمٍ رَحِمَهُ فَعِنْدَ ذلِكَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ

Apabila nampak ucapan dan tersimpan amal ibadah, kesepakatan nampak di lidah dan hati saling membenci, serta setiap orang yang mempunyai keluarga memutuskannya. Maka ketika itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutuk mereka, menulikan mereka, dan membutakan mata hati mereka.”[17]

Dan diriwayatkan bahwa orang yang memutuskan tali silaturrahim, amalnya tidak diterima. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَعْمَالَ بَنِي آدَمَ تُعْرَضُ كُلَّ خَمِيْسٍ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَلاَ يُقْبَلُ عَمَلُ قَاطِعِ رَحِمٍ

Sesungguhnya amal ibadah manusia diperlihatkan setiap hari Kamis malam Jum’at, maka tidak diterima amal ibadah orang yang memutuskan hubungan silaturrahim.”[18]

Tahukah engkau, wahai saudaraku yang mulia, kerugian orang yang memutuskan tali silaturrahimnya, maka janganlah engkau termasuk dari mereka. Dan orang yang memutuskan silaturrahim juga membawa dirinya untuk tidak dikabulkan doanya. Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu pada suatu hari duduk setelah Subuh di satu halqah, maka berkata: ‘Aku meminta kepada orang yang memutuskan silaturrahim agar berdiri meninggalkan kami. Sesungguhnya kami ingin berdoa kepada Rabb kami dan sesungguhnya pintu langit tertutup karena orang yang memutuskan silaturrahim.’

Maka janganlah engkau membawa dirimu, wahai si miskin, bahwa doamu ditolak bila kamu berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan orang yang memutuskan tali silaturrahim membuat sial masyarakat yang dia tinggal padanya. Dari Abdullah bin Abi Aufa Radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَنْزِلُ الرَّحْمَةُ عَلَى قَوْمٍ فِيْهِمْ قَاطِعُ رَحِمٍ

Rahmat tidak turun kepada kaum yang pada mereka ada yang memutuskan silaturrahim.”[19]

Dan orang yang memutuskan tali silaturrahim terancam tidak bisa masuk surga. Dari Abu Muhammad Jubair bin Muth’im Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ

Tidak bisa masuk surga orang yang memutuskan (silaturrahim).”[20]

Wallahu ‘alam.

[Disalin dari صلة الرحم فضلها والحث عليها   Penulis Syaikh Khalid bin Husain bin Abdurrahman, Penerjemah : Moh. Iqbal Ghazali, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2009 – 1430]
______
Footnote
[1] HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, dan ia berkata: hadits gharib dari jalur ini, dan diriwayatkan oleh al-Hakim, dan ia menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi.
[2] Muttafaqun ‘alaih, dari hadits Anas bin Malik t. Al-Bukhari 10/348, Muslim 2557, dan Abu Daud 1693.
[3] Muttafaqun ‘alaih, dari hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
[4] HR. at-Tirmidzi no. 1907, Abu Daud 1694, dan Ahmad 1662 dan 1683.
[5] Muttafaqun ‘alaih, al-Bukhari 10/336 dan Muslim no. 85.
[6] Muttafaqun ‘alaih, dari hadits Anas bin Malik t. Al-Bukhari 10/348, Muslim 2557, dan Abu Daud 1693.
[7] Muttafaqun ‘alaih, 10/349 dan 13/392, Muslim no. 2554
[8] Muttafaqun ‘alaih, al-Bukhari 3/208, dan Muslim no. 13.
[9] Muttafaqun ‘alaih, al-Bukhari 5/161, Muslim no. 999, dan Abu Daud no. 1690.
[10] HR. at-Tirmidzi 658 dan ia berkata: Hadits hasan, Abu Daud 2355, an-Nasa`i 5/92, Ibnu Majah 1844, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban no. 892.
[11] Muttafaqun ‘alaih, al-Bukhari 3/259 dan Muslim no. 1000.
[12] HR. Muslim no. 2558.
[13] HR. al-Bukhari 10/355, Abu Daud no. 1697, dan at-Tirmidzi no. 1909.
[14] HR. Ahmad dalam al-Musnad.
[15] Muttafaqun ‘alaih, al-Bukhari 10/350 dan Muslim no. 2555.
[16] HR. at-Tirmidzi 2511, Abu Daud 4902, Ibnu Majah 4211, dan at-Tirmidzi berkata: hadits hasan shahih, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud.
[17] HR. ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir. Lihat Kanzul Umal dan  Majma’ az-Zawa`id karya al-Haistami.
[18] HR. Ahmad dalam al-Musnad. Lihat Majma’ az-Zawa`id.
[19] Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Laits as-Samarqandi no. 158 dan dijelaskan oleh muhaqqiq bahwa Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadits ini dha’if dalam Dha’if al-Jami’ no 1463. Namun pengarang mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dan tidak menjelaskan nomor hadits. Wallahu A’lam. Pent.
[20] Muttafaqun ‘alaih, al-Bukhari 10/347 dan Muslim no. 2556.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/62482-silaturrahim-keutamaan-dan-anjuran-melaksanakannya.html